Rabu, 10 November 2010

Harga sejumlah bahan pokok pasca lebaran belum normal


Yogyakarta, kompas – menginjak pekan kedua setelah lebaran, harga beberapa bahan kebutuhan pokok di pasar tradisional belum kembali normal. Diperkirakan, harga akan kembali normal setelah bulan Syawal berakhir. Beberapa penjual beras belum turun sejak lebaran. Sutinem (50) masih menjual beras C-4 asal Wates, Yogyakarta, seharga Rp 4.400 per kilogram. Sebelum lebaran, harga beras tersebut hanya Rp 4.200 per kilogram. Untuk beras C-4 asal Delanggu, Solo, harganya bisa mencapai Rp. 4.600 per kilogram.
Novi (27) juga masih menjual beras dengan “harga Lebaran”. Beras wangi yang sebelumnya dijual seharga Rp. 4.300 kini naik menjadi Rp. 4500. Menurut dia, hal ini sudah berlangsung sejak dua pekan sebelum lebaran.
Selain beras, gula pasir juga masih bertahan pada Rp. 5.800 per kilogram, belum turun ke harga normal Rp. 5.600. menurut Danang (26), yang berjual di Toko Fatina, Pasar Kranggan, harga beras dan gula pasir belum turun karena masih banyak pembeli yang berbelanja untuk keperluan halalbihalal di bulan Syawal. “kemungkian setelah bulan syawal sepi, harga-harga akan turun lagi,“ ujar Danang.
Sementara, harga bawang putih juga naik hingga mencapai Rp.8500 per kilogram . diperkirakan, dua minggu lagi stok bawang merah akan habis dan harga bawang merah akan menanjak kembali.

Sumber : kompas.com,6 november 2006

Pendapat : 

Menurut saya, sebenarnya hal ini belum dapat dikatakan sebagai inflasi, tapi setidaknya inflasi ringan/sementara karena harga-harga kebutuhan pokok masih dapat turun kembali setelah lebaran. Kenaikan harga-harga kebutuhan pokok menjelang lebaran karena, banyaknya permintaan yang harus terpenuhi, apalagi moment ini hanya terjadi satu tahun sekali, jadi dimanfaatkan oleh para pedagang untuk mengambil untung yang sebesar-besarnya. Tetapi hal ini masih dapat dipantau pemerintah, jadi tidak terlalu banyak merugikan masyarakat, walaupun banyak yang merasa dirugikan termasuk saya. Inflasi yang sesungguhnya, berjangka waktu panjang. Contohnya pada tahun 1993, uang senilai Rp 500,- dapat digunakan untuk membeli mie ayam, tetapi dibandingkan tahun 2010, uang Rp 500,- hanya dapat digunakan untuk membeli permen saja. Sungguh menyedihkan. Seandainya pemerintah lebih tanggap dan peduli lagi pada warganya, inflasi sekecil apapun tidak akan menyusahkan warganya. Sebenarnya yang sangat merugikan negara ini adalah koruptornya, bukan inflasinya. Bayangkan saja, satu orang korupsi dapat menghasilkan uang puluhan bahkan ratusan milyar dalam waktu sehari, bagaimana kalau yang berkorupsi ratusan orang, pasti akan hancur negara ini melebihi hancur karena inflasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar