Selasa, 29 Maret 2011

PULAU – PULAU TERLUAR dan BATAS NKRI

Republik Indonesia adalah Negara kepulauan berwawasan nusantara, sehingga batas wilayah di laut harus mengacu pada UNCLOS (United Nations Convension on the Law of the Sea) 82/ HUKLA (Hukum laut) 82 yang kemudian diratifikasi dengan UU No. 17 Tahun 1985. Indonesia memiliki sekitar 17.506 buah pulau dan 2/3 wilayahnya berupa lautan.

Dari 17.506 pulau tersebut terdapat Pulau-pulau terluar yang menjadi batas langsung Indonesia dengan negara tetangga. Berdasarkan hasil survei Base Point atau Titik Dasar yang telah dilakukan DISHIDROS TNI AL, untuk menetapkan batas wilayah dengan negara tetangga, terdapat 183 titik dasar yang terletak di 92 pulau terluar, sisanya ada di tanjung tanjung terluar dan di wilayah pantai. Dari 92 pulau terluar ini ada 12 pulau yang harus mendapatkan perhatian serius.

Dalam Amandemen UUD 1945 Bab IX A tentang Wilayah Negara, Pasal 25A tercantum Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang. Di sini jelas disebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berwawasan nusantara, sehingga batas wilayah di laut harus mengacu pada UNCLOS (United Nations Convension on the Law of the Sea) 82/ HUKLA (Hukum laut) 82 yang kemudian diratifikasi dengan UU No. 17 Tahun 1985.

Dampak dari ratifikasi Unclos ini adalah keharusan Indonesia untuk menetapkan Batas Laut Teritorial (Batas Laut Wilayah), Batas Zone Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan Batas Landas Kontinen.
Indonesia Adalah negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.506 buah pulau dan 2/3 wilayahnya berupa lautan. Dari 17.506 pulau tersebut terdapat pulau-pulau terluar yang menjadi batas langsung Indonesia dengan negara tetangga.

BATAS WILAYAH NKRI
Indonesia mempunyai perbatasan darat dengan tiga negara tetangga, yaitu Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Sementara perbatasan laut dengan sepuluh negara tetangga, diantaranya Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Papua Nugini, Timor Leste, India, Thailand, Australia, dan Palau. Hal ini tentunya sangat erat kaitannya dengan masalah penegakan kedaulatan dan hukum di laut, pengelolaan sumber daya alam serta pengembangan ekonomi kelautan suatu negara.

Kompleksitas permasalah di laut akan semakin memanas akibat semakin maraknya kegiatan di laut, seperti kegiatan pengiriman barang antar negara yang 90%nya dilakukan dari laut, ditambah lagi dengan isu-isu perbatasan, keamanan, kegiatan ekonomi dan sebagainya. Dapat dibayangkan bahwa penentuan batas laut menjadi sangat penting bagi Indonesia, karena sebagian besar wilayahnya berbatasan langsung dengan negara tetangga di wilayah laut. Batas laut teritorial diukur berdasarkan garis pangkal yang menghubungkan titik-titik dasar yang terletak di pantai terluar dari pulau-pulau terluar wilayah NKRI. Berdasarkan hasil survei Base Point atau titik dasar untuk menetapkan batas wilayah dengan negara tetangga, terdapat 183 titik dasar yang terletak di 92 pulau terluar, sisanya ada di tanjung tanjung terluar dan di wilayah pantai.

PULAU-PULAU TERLUAR
Pulau-pulau terluar biasanya adalah daerah terpencil, miskin bahkan tidak berpenduduk dan jauh dari perhatian pemerintah. Keberadaan pulau-pulau ini secara geografis sangatlah strategis, karena berdasarkan pulau inilah batas negara kita ditentukan. Pulau-pulau ini seharusnya mendapatkan perhatian dan pengawasan serius agar tidak menimbulkan permasalahan yang dapat menggangu keutuhan wilayah Indonesia, khususnya pulau yang terletak di wilayah perbatasan dengan negara negara yang tidak/ belum memiliki perjanjian (agreement) dengan Indonesia. Ada beberapa kondisi yang membahayakan keutuhan wilayah jika terjadi pada pulau-pulau terluar, diantaranya :

1. Hilangnya pulau secara fisik akibat abrasi, tenggelam, atau karena kesengajaan manusia.
2. Hilangnya pulau secara kepemilikan, akibat perubahan status kepemilikan akibat pemaksaan militer atau sebagai sebuah ketaatan pada keputusan hukum seperti yang terjadi pada kasus berpindahnya status kepemilikan Sipadan dan Ligitan dari Indonesia ke Malaysia
3. Hilang secara sosial dan ekonomi, akibat praktek ekonomi dan sosial dari masyarakat di pulau tersebut. Misalnya pulau yang secara turun temurun didiami oleh masyarakat dari negara lain.

SEBARAN PULAU-PULAU TERLUAR
Berdasarkan inventarisasi yang telah dilakukan oleh DISHIDROS TNI AL, terdapat 92 pulau yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, diantaranya :
1. Pulau Simeulucut, Salaut Besar, Rawa, Rusa, Benggala dan Rondo berbatasan dengan India
2. Pulau Sentut,, Tokong Malang Baru, Damar, Mangkai, Tokong Nanas, Tokong Belayar, Tokong Boro, Semiun, Subi Kecil, Kepala, Sebatik, Gosong Makasar, Maratua, Sambit, Berhala, Batu Mandi, Iyu Kecil, dan Karimun Kecil berbatasan dengan Malaysia
3. Pulau Nipa, Pelampong, Batu berhenti, dan Nongsa berbatasan dengan Singapura
4. Pulau Sebetul, Sekatung, dan Senua berbatasan dengan Vietnam
5. Pulau Lingian, Salando, Dolangan, Bangkit, Manterawu, Makalehi, Kawalusu, Kawio, Marore, Batu Bawa Ikang, Miangas, Marampit, Intata, kakarutan dan Jiew berbatasan dengan Filipina
6. Pulau Dana, Dana (pulau ini tidak sama dengan Pulau Dana yang disebut pertama kali, terdapat kesamaan nama), Mangudu, Shopialoisa, Barung, Sekel, Panehen, Nusa Kambangan, Kolepon, Ararkula, Karaweira, Penambulai, Kultubai Utara, Kultubai Selatan, Karang, Enu, Batugoyan, Larat, Asutubun, Selaru, Batarkusu, Masela dan Meatimiarang berbatasan dengan Australia
7. Pulau Leti, Kisar, Wetar, Liran, Alor, dan Batek berbatasan dengan Timor Leste
8. Pulau Budd, Fani, Miossu, Fanildo, Bras, Bepondo danLiki berbatasan dengan Palau
9. Pulau Laag berbatasan dengan Papua Nugini
10. Pulau Manuk, Deli, Batukecil, Enggano, Mega, Sibarubaru, Sinyaunau, Simuk dan wunga berbatasan dengan samudra Hindia.

Diantara 92 pulau terluar ini, ada 12 pulau yang harus mendapatkan perhatian serius dintaranya:
1. Pulau Rondo
Pulau Rondo terletak di ujung barat laut Propinsi Nangro Aceh Darussalam (NAD). Disini terdapat Titik dasar TD 177. Pulau ini adalah pulau terluar di sebelah barat wilayah Indonesia yang berbatasan dengan perairan India.
2. Pulau Berhala
Pulau Berhala terletak di perairan timur Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Di tempat ini terdapat Titik Dasar TD 184. Pulau ini menjadi sangat penting karena menjadi pulau terluar Indonesia di Selat Malaka, salah satu selat yang sangat ramai karena merupakan jalur pelayaran internasional.
3. Pulau Nipa
Pulau Nipa adalah salah satu pulau yang berbatasan langsung dengan Singapura. Secara Administratif pulau ini masuk kedalam wilayah Kelurahan Pemping Kecamatan Belakang Padang Kota Batam Propinsi Kepulauan Riau. Pulau Nipa ini tiba tiba menjadi terkenal karena beredarnya isu mengenai hilangnya/ tenggelamnya pulau ini atau hilangnya titik dasar yang ada di pulau tersebut. Hal ini memicu anggapan bahwa luas wilayah Indonesia semakin sempit.
Pada kenyataanya, Pulau Nipa memang mengalami abrasi serius akibat penambangan pasir laut di sekitarnya. Pasir pasir ini kemudian dijual untuk reklamasi pantai Singapura. Kondisi pulau yang berada di Selat Philip serta berbatasan langsung dengan Singapura disebelah utaranya ini sangat rawan dan memprihatinkan.
Pada saat air pasang maka wilayah Pulau Nipa hanya tediri dari Suar Nipa, beberapa pohon bakau dan tanggul yang menahan terjadinya abrasi. Pulau Nipa merupakan batas laut antara Indonesia dan Singapura sejak 1973, dimana terdapat Titik Referensi (TR 190) yang menjadi dasar pengukuran dan penentuan media line antara Indonesia dan Singapura. Hilangnya titik referensi ini dikhawatirkan akan menggeser batas wilayah NKRI. Pemerintah melalui DISHIDROS TNI baru-baru ini telah mennam 1000 pohon bakau, melakukan reklamasi dan telah melakukan pemetaan ulang di pulau ini, termasuk pemindahan Suar Nipa (yang dulunya tergenang air) ke tempat yang lebih tinggi.
4. Pulau Sekatung
Pulau ini merupakan pulau terluar Propinsi Kepulauan Riau di sebelah utara dan berhadapan langsung dengan Laut Cina Selatan. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 030 yang menjadi Titik Dasar dalam pengukuran dan penetapan batas Indonesia dengan Vietnam.
5. Pulau Marore
Pulau ini terletak di bagian utara Propinsi Sulawesi Utara, berbatasan langsung dengan Mindanau Filipina. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 055.
6. Pulau Miangas
Pulau ini terletak di bagian utara Propinsi Sulawesi Utara, berbatasan langsung dengan Pulau Mindanau Filipina. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 056.
7. Pulau Fani
Pulau ini terletak Kepulauan Asia, Barat Laut Kepala Burung Propinsi Irian Jaya Barat, berbatasan langsung dengan Negara kepulauanPalau. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 066.
8. Pulau Fanildo
Pulau ini terletak di Kepulauan Asia, Barat Laut Kepala Burung Propinsi Irian Jaya Barat, berbatasan langsung dengan Negara kepulauanPalau. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 072.
9. Pulau Bras
Pulau ini terletak di Kepulauan Asia, Barat Laut Kepala Burung Propinsi Irian Jaya Barat, berbatasan langsung dengan Negara Kepualuan Palau. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 072A.
10. Pulau Batek
Pulau ini terletak di Selat Ombai, Di pantai utara Nusa Tenggara Timur dan Oecussi Timor Leste. Dari Data yang penulis pegang, di pulau ini belum ada Titik Dasar
11. Pulau Marampit
Pulau ini terletak di bagian utara Propinsi Sulawesi Utara, berbatasan langsung dengan Pulau Mindanau Filipina. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 057.
12. Pulau Dana
Pulau ini terletak di bagian selatan Propinsi Nusa Tenggara Timur, berbatasan langsung dengan Pulau Karang Ashmore Australia. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 121

KESIMPULAN
Sebagai negara kepulauan yang berwawasan nusantara, maka Indonesia harus menjaga keutuhan wilayahnya. Pulau-pulau terluar biasanya adalah daerah terpencil, miskin bahkan tidak berpenduduk dan jauh dari perhatian Pemerintah.
Keberadaan pulau-pulau ini secara geografis sangatlah strategis, karena berdasarkan pulau inilah batas negara kita ditentukan. Pulau-pulau ini seharusnya mendapatkan perhatian dan pengawasan serius agar tidak menimbulkan permasalahan yang dapat menggangu keutuhan wilayah Indonesia, khususnya pulau yang terletak di wilayah perbatasan dengan negara negara yang tidak/ belum memiliki perjanjian (agreement) dengan Indonesia. Dari 92 pulau terluar yang dimiliki Indonesia terdapat 12 pulau yang harus mendapat perhatian khusus, Pulau-pulau tersebut adalah Pulau Rondo, Berhala, Nipa, Sekatung, Marore, Miangas, Fani, Fanildo, Dana, Batek, Marampit dan Pulau Bras






DAFTAR PUSTAKA
Kahar, Jounil, 2004. Penyelesaian Batas Maritim NKRI . Pikiran Rakyat 3 Januari 2004
Tim Redaksi, 2004. Pulau-pulau terluar Indonesia. Buletin DISHIDROS TNI AL edisi 1/ III tahun 2004
Tim Redaksi, 2004. Potret Pulau Nipa. Buletin DISHIDROS TNI AL edisi 1/ III tahun 2004

Pulau-pulau di Indonesia Yang Sudah Kaya Raya Sejak Dulu




Masa lampau Indonesia sangat kaya raya. Ini dibuktikan oleh informasi dari berbagai sumber kuno. Kali ini kami akan membahas kekayaan tiap pulau yang ada di Indonesia. Pulau-pulau itu akan kami sebutkan menjadi tujuh bagian besar yaitu Sumatera, Jawa, Kepulauan Sunda kecil, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Papua.
  Sumatera – Pulau Emas
Dalam berbagai prasasti, pulau Sumatera disebut dengan nama Sansekerta: Suwarnadwipa (“pulau emas”) atau Suwarnabhumi (“tanah emas”). Nama-nama ini sudah dipakai dalam naskah-naskah India sebelum Masehi. Sumatera juga dikenal sebagai pulau Andalas.

Pada masa Dinasti ke-18 Fir’aun di Mesir (sekitar 1.567SM-1.339SM), di pesisir barat pulau sumatera telah ada pelabuhan yang ramai, dengan nama Barus. Barus (Lobu Tua – daerah Tapanuli) diperkirakan sudah ada sejak 3000 tahun sebelum Masehi. Barus dikenal karena merupakan tempat asal kapur barus. Ternyata kamper atau kapur barus digunakan sebagai salah satu bahan pengawet mummy Fir’aun Mesir kuno.

Di samping Barus, di Sumatera terdapat juga kerajaan kuno lainnya. Sebuah manuskrip Yahudi Purba menceritakan sumber bekalan emas untuk membina negara kota Kerajaan Nabi Sulaiman diambil dari sebuah kerajaan purba di Timur Jauh yang dinamakan Ophir. Kemungkinan Ophir berada di Sumatera Barat. Di Sumatera Barat terdapat gunung Ophir. Gunung Ophir (dikenal juga dengan nama G. Talamau) merupakan salah satu gunung tertinggi di Sumatera Barat, yang terdapat di daerah Pasaman. 

Kabarnya kawasan emas di Sumatera yang terbesar terdapat di Kerajaan Minangkabau. Menurut sumber kuno, dalam kerajaan itu terdapat pegunungan yang tinggi dan mengandung emas. Konon pusat Kerajaan Minangkabau terletak di tengah-tengah galian emas. Emas-emas yang dihasilkan kemudian diekspor dari sejumlah pelabuhan, seperti Kampar, Indragiri, Pariaman, Tikus, Barus, dan Pedir. Di Pulau Sumatera juga berdiri Kerajaan Srivijaya yang kemudian berkembang menjadi Kerajaan besar pertama di Nusantara yang memiliki pengaruh hingga ke Thailand dan Kamboja di utara, hingga Maluku di timur.

Kini kekayaan mineral yang dikandung pulau Sumatera banyak ditambang. Banyak jenis mineral yang terdapat di Pulau Sumatera selain emas. Sumatera memiliki berbagai bahan tambang, seperti batu bara, emas, dan timah hitam. Bukan tidak mungkin sebenarnya bahan tambang seperti emas dan lain-lain banyak yang belum ditemukan di Pulau Sumatera. Beberapa orang yakin sebenarnya Pulau Sumatera banyak mengandung emas selain dari apa yang ditemukan sekarang. Jika itu benar maka Pulau Sumatera akan dikenal sebagai pulau emas kembali.

Jawa – Pulau Padi

Dahulu Pulau Jawa dikenal dengan nama JawaDwipa. JawaDwipa berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti “Pulau Padi” dan disebut dalam epik Hindu Ramayana. Epik itu mengatakan “Jawadwipa, dihiasi tujuh kerajaan, Pulau Emas dan perak, kaya dengan tambang emas”, sebagai salah satu bagian paling jauh di bumi. Ahli geografi Yunani, Ptolomeus juga menulis tentang adanya “negeri Emas” dan “negeri Perak” dan pulau-pulau, antara lain pulau “”Iabadiu” yang berarti “Pulau Padi”.


Ptolomeus menyebutkan di ujung barat Iabadiou (Jawadwipa) terletak Argyre (kotaperak). Kota Perak itu kemungkinan besar adalah kerajaan Sunda kuno, Salakanagara yang terletak di barat Pulau Jawa. Salakanagara dalam sejarah Sunda (Wangsakerta) disebut juga Rajatapura. Salaka diartikan perak sedangkan nagara sama dengan kota, sehingga Salakanagara banyak ditafsirkan sebagai Kota perak.


Di Pulau Jawa ini juga berdiri kerajaan besar Majapahit. Majapahit tercatat sebagai kerajaan terbesar di Nusantara yang berhasil menyatukan kepulauan Nusantara meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Borneo, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, dan sebagian kepulauan Filipina. Dalam catatan Wang Ta-yuan, komoditas ekspor Jawa pada saat itu ialah lada, garam, kain, dan burung kakak tua. Mata uangnya dibuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga. Selain itu, catatan kunjungan biarawan Roma tahun 1321, Odorico da Pordenone, menyebutkan bahwa istana Raja Jawa penuh dengan perhiasan emas, perak, dan permata.

Menurut banyak pakar, pulau tersubur di dunia adalah Pulau Jawa. Hal ini masuk akal, karena Pulau Jawa mempunyai konsentrasi gunung berapi yang sangat tinggi. Banyak gunung berapi aktif di Pulau Jawa. Gunung inilah yang menyebabkan tanah Pulau Jawa sangat subur dengan kandungan nutrisi yang di perlukan oleh tanaman.

Raffles pengarang buku The History of Java merasa takjub pada kesuburan alam Jawa yang tiada tandingnya di belahan bumi mana pun. “Apabila seluruh tanah yang ada dimanfaatkan,” demikian tulisnya, “bisa dipastikan tidak ada wilayah di dunia ini yang bisa menandingi kuantitas, kualitas, dan variasi tanaman yang dihasilkan pulau ini.”


Kini pulau Jawa memasok 53 persen dari kebutuhan pangan Indonesia. Pertanian padi banyak terdapat di Pulau Jawa karena memiliki kesuburan yang luar biasa. Pulau Jawa dikatakan sebagai lumbung beras Indonesia. Jawa juga terkenal dengan kopinya yang disebut kopi Jawa. Curah hujan dan tingkat keasaman tanah di Jawa sangat pas untuk budidaya kopi. Jauh lebih baik dari kopi Amerika Latin ataupun Afrika.

Hasil pertanian pangan lainnya berupa sayur-sayuran dan buah-buahan juga benyak terdapat di Jawa, misalnya kacang tanah, kacang hijau, daun bawang, bawang merah, kentang, kubis, lobak, petsai, kacang panjang, wortel, buncis, bayam, ketimun, cabe, terong, labu siam, kacang merah, tomat, alpokat, jeruk, durian, duku, jambu biji, jambu air, jambu bol, nenas, mangga, pepaya, pisang, sawo, salak,apel, anggur serta rambutan. Bahkan di Jawa kini dicoba untuk ditanam gandum dan pohon kurma. Bukan tidak mungkin jika lahan di Pulau Jawa dipakai dan diolah secara maksimal untuk pertanian maka Pulau Jawa bisa sangat kaya hanya dari hasil pertanian.


Kepulauan Sunda kecil (Bali, NTB dan NTT) – Kepulauan Wisata

Ptolemaeus menyebutkan, ada tiga buah pulau yang dinamai Sunda yang terletak di sebelah timur India. Berdasarkan informasi itu kemudian ahli-ahli ilmu bumi Eropa menggunakan kata Sunda untuk menamai wilayah dan beberapa pulau di timur India. Sejumlah pulau yang kemudian terbentuk di dataran Sunda diberi nama dengan menggunakan istilah Sunda pula yakni Kepulauan Sunda Besar dan Kepulauan Sunda Kecil. Kepulauan Sunda Besar ialah himpunan pulau besar yang terdiri dari Sumatera, Jawa, Madura dan Kalimantan. Sedangkan Sunda Kecil merupakan gugusan pulau Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba, dan Timor.


Daerah Kepulauan Sunda kecil ini dikenal sebagai daerah wisata karena keindahan alamnya yang menakjubkan. Sejak dulu telah ada yang berwisata ke daerah ini. Perjalanan Rsi Markandiya sekitar abad 8 dari Jawa ke Bali, telah melakukan perjalanan wisata dengan membawa misi-misi keagaman. Demikian pula Empu Kuturan yang mengembangkan konsep Tri Sakti di Bali datang sekitar abad 11. Pada tahun 1920 wisatawan dari Eropa mulai datang ke Bali. Bali di Eropa dikenal juga sebagai the Island of God.

Di Tempat lain di Kepulauan Sunda Kecil tepatnya di daerah Nusa Tenggara Barat dikenal dari hasil ternaknya berupa kuda, sapi, dan kerbau. Kuda Nusa tenggara sudah dikenal dunia sejak ratusan tahun silam. Abad 13 M Nusa Tenggara Barat telah mengirim kuda-kuda ke Pulau Jawa. Nusa Tenggara Barat juga dikenal sebagai tempat pariwisata raja-raja. Raja-raja dari kerajaan Bali membangun Taman Narmada pada tahun 1727 M di daerah Pulau Lombok untuk melepas kepenatan sesaat dari rutinitas di kerajaan.

Daerah Sunda Kecil yang tidak kalah kayanya adalah Nusa Tenggara Timur, karena di daerah ini terdapat kayu cendana yang sangat berharga. Cendana adalah tumbuhan asli Indonesia yang tumbuh di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Cendana dari Nusa Tenggara Timur telah diperdagangkan sejak awal abad masehi. Sejak awal abad masehi, banyak pedagang dari wilayah Indonesia bagian barat dan Cina berlayar ke berbagai wilayah penghasil cendana di Nusa Tenggara Timur terutama Pulau Sumba dan Pulau Timor. Konon Nabi Sulaiman memakai cendana untuk membuat tiang-tiang dalam bait Sulaiman, dan untuk alat musik. Nabi Sulaiman mengimpor kayu ini dari tempat-tempat yang jauh yang kemungkinan cendana tersebut berasal dari Nusa Tenggara Timur.

Kini Kepulauan Sunda kecil ini merupakan tempat pariwisata yang terkenal di dunia. Bali merupakan pulau terindah di dunia. Lombok juga merupakan salah satu tempat terindah di dunia. Sementara itu di Nusa tenggara Timur terdapat Pulau yang dihuni binatang purba satu-satunya di dunia yang masih hidup yaitu komodo. Kepulauan Sunda kecil merupakan tempat yang misterius dan sangat menawan. Kepulauan ini bisa mendapat banyak kekayaan para pelancong dari seluruh dunia jika dikelola secara maksimal.

Kalimantan – Pulau Lumbung energi

Dahulu nama pulau terbesar ketiga di dunia ini adalah Warunadwipa yang artinya Pulau Dewa Laut. Kalimantan dalam berita-berita China (T’ai p’ing huan yu chi) disebut dengan istilah Chin li p’i shih. Nusa Kencana” adalah sebutan pulau Kalimantan dalam naskah-naskah Jawa Kuno. Orang Melayu menyebutnya Pulau Hujung Tanah (P’ulo Chung). Borneo adalah nama yang dipakai oleh kolonial Inggris dan Belanda.


Pada zaman dulu pedagang asing datang ke pulau ini mencari komoditas hasil alam berupa kamfer, lilin dan sarang burung walet melakukan barter dengan guci keramik yang bernilai tinggi dalam masyarakat Dayak. Para pendatang India maupun orang Melayu memasuki muara-muara sungai untuk mencari lahan bercocok tanam dan berhasil menemukan tambang emas dan intan di Pulau ini.

Di Kalimantan berdiri kerajaan Kutai. Kutai Martadipura adalah kerajaan tertua bercorak Hindu di Nusantara. Nama Kutai sudah disebut-sebut sejak abad ke 4 (empat) pada berita-berita India secara tegas menyebutkan Kutai dengan nama “Quetaire” begitu pula dengan berita Cina pada abat ke 9 (sembilan) menyebut Kutai dengan sebutan “Kho They” yang berarti kerajaan besar. Dan pada abad 13 (tiga belas) dalam kesusastraan kuno Kitab Negara Kertagama yang disusun oleh Empu Prapanca ditulis dengan istilah “Tunjung Kute”. Peradaban Kutai masa lalu inilah yang menjadi tonggak awal zaman sejarah di Indonesia.

Kini Pulau Kalimantan merupakan salah satu lumbung sumberdaya alam di Indonesia memiliki beberapa sumberdaya yang dapat dijadikan sebagai sumber energi, diantaranya adalah batubara, minyak, gas dan geothermal. 

Hutan Kalimantan mengandung gambut yang dapat digunakan sebagai sumber energi baik untuk pembangkit listrik maupun pemanas sebagai pengganti batu bara. Yang luar biasa ternyata Kalimantan memiliki banyak cadangan uranium yang bisa dipakai untuk pembangkit listrik tenaga nuklir. Disamping itu Kalimantan juga memiliki potensi lain yakni sebagai penyedia sumber energi botani atau terbaharui. Sumber energi botani atau bioenergi ini adalah dari CPO sawit. Pulau Kalimantan memang sangat kaya.

Sulawesi – Pulau besi

Orang Arab menyebut Sulawesi dengan nama Sholibis. Orang Belanda menyebut pulau ini dengan nama Celebes. Pulau ini telah dihuni oleh manusia sejak 30.000 tahun yang lalu terbukti dengan adanya peninggalan purba di Pulau ini. Contohnya lokasi prasejarah zaman batu Lembah Besoa.


Nama Sulawesi konon berasal dari kata ‘Sula’ yang berarti pulau dan ‘besi’. Pulau Sulawesi sejak dahulu adalah penghasil bessi (besi), sehingga tidaklah mengherankan Ussu dan sekitar danau Matana mengandung besi dan nikkel. 

Di sulawesi pernah berdiri Kerajaan Luwu yang merupakan salah satu kerajaan tertua di Sulawesi. Wilayah Luwu merupakan penghasil besi. Bessi Luwu atau senjata Luwu (keris atau kawali) sangat terkenal akan keampuhannya, bukan saja di Sulawesi tetapi juga di luar Sulawesi. Dalam sejarah Majapahit, wilayah Luwu merupakan pembayar upeti kerajaan, selain dikenal sebagai pemasok utama besi ke Majapahit, Maluku dan lain-lain. Menurut catatan yang ada, sejak abad XIV Luwu telah dikenal sebagai tempat peleburan besi.

Di Pulau Sulawesi ini juga pernah berdiri Kerajaan Gowa Tallo yang pernah berada dipuncak kejayaan yang terpancar dari Sombaopu, ibukota Kerajaan Gowa ke timur sampai ke selat Dobo, ke utara sampai ke Sulu, ke barat sampai ke Kutai dan ke selatan melalui Sunda Kecil, diluar pulau Bali sampai ke Marege (bagian utara Australia). Ini menunjukkan kekuasaan yang luas meliputi lebih dari 2/3 wilayah Nusantara.

Selama zaman yang makmur akan perdagangan rempah-rempah pada abad 15 sampai 19, Sulawesi sebagai gerbang kepulauan Maluku, pulau yang kaya akan rempah-rempah. Kerajaan besar seperti Makasar dan Bone seperti yang disebutkan dalam sejarah Indonesia timur, telah memainkan peranan penting. Pada abad ke 14 Masehi, orang Sulawesi sudah bisa membuat perahu yang menjelajahi dunia. 

Perahu pinisi yang dibuat masyarakat Bugis pada waktu itu sudah bisa berlayar sampai ke Madagaskar di Afrika, suatu perjalanan mengarungi samudera yang memerlukan tekad yang besar dan keberanian luar biasa. Ini membuktikan bahwa suku Bugis memiliki kemampuan membuat perahu yang mengagumkan, dan memiliki semangat bahari yang tinggi. Pada saat yang sama Vasco da Gama baru memulai penjelajahan pertamanya pada tahun 1497 dalam upaya mencari rempah-rempah, dan menemukan benua-benua baru di timur, yang sebelumnya dirintis Marco Polo.

Sampai saat ini Sulawesi sangat kaya akan bahan tambang meliputi besi, tembaga, emas, perak, nikel, titanium, mangan semen, pasir besi/hitam, belerang, kaolin dan bahan galian C seperti pasir, batu, krikil dan trass. Jika saja dikelola dengan baik demi kemakmuran rakyat maka menjadi kayalah seluruh orang Sulawesi.

Maluku – Kepulauan rempah-rempah

Maluku memiliki nama asli “Jazirah al-Mulk” yang artinya kumpulan/semenanjung kerajaan yang terdiri dari kerajaan-kerajaan kecil. Maluku dikenal dengan kawasan Seribu Pulau serta memiliki keanekaragaman sosial budaya dan kekayaan alam yang berlimpah. Orang Belanda menyebutnya sebagai ‘the three golden from the east’ (tiga emas dari timur) yakni Ternate, Banda dan Ambon. Sebelum kedatangan Belanda, penulis dan tabib Portugis, Tome Pirez menulis buku ‘Summa Oriental’ yang telah melukiskan tentang Ternate, Ambon dan Banda sebagai ‘the spices island’.


Pada masa lalu wilayah Maluku dikenal sebagai penghasil rempah-rempah seperti cengkeh dan pala. Cengkeh adalah rempah-rempah purbakala yang telah dikenal dan digunakan ribuan tahun sebelum masehi. Pohonnya sendiri merupakan tanaman asli kepulauan Maluku (Ternate dan Tidore), yang dahulu dikenal oleh para penjelajah sebagai Spice Islands.

Pada 4000 tahun lalu di kerajaan Mesir, Fir’aun dinasti ke-12, Sesoteris III. Lewat data arkeolog mengenai transaksi Mesir dalam mengimpor dupa, kayu eboni, kemenyan, gading, dari daratan misterius tempat “Punt” berasal. Meski dukungan arkeologis sangat kurang, negeri “Punt” dapat diidentifikasi setelah Giorgio Buccellati menemukan wadah yang berisi benda seperti cengkih di Efrat tengah. Pada masa 1.700 SM itu, cengkih hanya terdapat di kepulauan Maluku, Indonesia. Pada abad pertengahan (sekitar 1600 Masehi) cengkeh pernah menjadi salah satu rempah yang paling popular dan mahal di Eropa, melebihi harga emas.

Selain cengkeh, rempah-rempah asal Maluku adalah buah Pala. Buah Pala (Myristica fragrans) merupakan tumbuhan berupa pohon yang berasal dari kepulauan Banda, Maluku. Akibat nilainya yang tinggi sebagai rempah-rempah, buah dan biji pala telah menjadi komoditi perdagangan yang penting pada masa Romawi. 

Melihat mahalnya harga rempah-rempah waktu itu banyak orang Eropa kemudian mencari Kepulauan rempah-rempah ini. Sesungguhnya yang dicari Christoper Columbus ke arah barat adalah jalan menuju Kepulauan Maluku, ‘The Island of Spices’ (Pulau Rempah-rempah), meskipun pada akhirnya Ia justru menemukan benua baru bernama Amerika. Rempah-rempah adalah salah satu alasan mengapa penjelajah Portugis Vasco Da Gama mencapai India dan Maluku.

Kini sebenarnya Maluku bisa kembali berjaya dengan hasil pertaniannya jika terus dikembangkan dengan baik. Maluku bisa kaya raya dengan hasil bumi dan lautnya.

Papua – Pulau surga

Papua adalah pulau terbesar kedua di dunia. Pada sekitar Tahun 200 M , ahli Geography bernama Ptolamy menyebutnya dengan nama LABADIOS. Pada akhir tahun 500 M, pengarang Tiongkok bernama Ghau Yu Kua memberi nama TUNGKI, dan pada akhir tahun 600 M, Kerajaan Sriwijaya menyebut nama Papua dengan menggunakan nama JANGGI. 


Tidore memberi nama untuk pulau ini dan penduduknya sebagai PAPA-UA yang sudah berubah dalam sebutan menjadi PAPUA. Pada tahun 1545, Inigo Ortiz de Retes memberi nama NUEVA GUINEE dan ada pelaut lain yang memberi nama ISLA DEL ORO yang artinya Pulau Emas. Robin Osborne dalam bukunya, Indonesias Secret War: The Guerilla Struggle in Irian Jaya (1985), menjuluki provinsi paling timur Indonesia ini sebagai surga yang hilang.

Tidak diketahui apakah pada peradaban kuno sebelum masehi di Papua telah terdapat kerajaan. Bisa jadi zaman dahulu telah terdapat peradaban maju di Papua. Pada sebuah konferensi tentang lampu jalan dan lalulintas tahun 1963 di Pretoria (Afrika Selatan), C.S. Downey mengemukakan tentang sebuah pemukiman terisolir di tengah hutan lebat Pegunungan Wilhelmina (Peg. Trikora) di Bagian Barat New Guinea (Papua) yang memiliki sistem penerangan maju. 

Para pedagang yang dengan susah payah berhasil menembus masuk ke pemukiman ini menceritakan kengeriannya pada cahaya penerangan yang sangat terang benderang dari beberapa bulan yang ada di atas tiang-tiang di sana. Bola-bola lampu tersebut tampak secara aneh bersinar setelah matahari mulai terbenam dan terus menyala sepanjang malam setiap hari. Kita tidak tahu akan kebenaran kisah ini tapi jika benar itu merupakan hal yang luar biasa dan harus terus diselidiki.

Papua telah dikenal akan kekayaan alamnya sejak dulu. Pada abad ke-18 Masehi, para penguasa dari kerajaan Sriwijaya, mengirimkan persembahan kepada kerajaan China. Di dalam persembahan itu terdapat beberapa ekor burung Cendrawasih, yang dipercaya sebagai burung dari taman surga yang merupakan hewan asli dari Papua.

Dengan armadanya yang kuat Sriwijaya mengunjungi Maluku dan Papua untuk memperdagangkan rempah – rempah, wangi – wangian, mutiara dan bulu burung Cenderawasih. Pada zaman Kerajaan Majapahit sejumlah daerah di Papua sudah termasuk dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Pada abad XVI Pantai Utara sampai Barat daerah Kepala Burung sampai Namatota ( Kab.Fak-fak ) disebelah Selatan, serta pulau – pulau disekitarnya menjadi daerah kekuasaan Sultan Tidore.

Tanah Papua sangat kaya. Tembaga dan Emas merupakan sumber daya alam yang sangat berlimpah yang terdapat di Papua. Papua terkenal dengan produksi emasnya yang terbesar di dunia dan berbagai tambang dan kekayaan alam yang begitu berlimpah. 

Papua juga disebut-sebut sebagai surga kecil yang jatuh ke bumi. Papua merupakan surga keanekaragaman hayati yang tersisa di bumi saat ini. Pada tahun 2006 diberitakan suatu tim survei yang terdiri dari penjelajah Amerika, Indonesia dan Australia mengadakan peninjauan di sebagian daerah pegunungan Foja Propinsi Papua Indonesia. Di sana mereka menemukan suatu tempat ajaib yang mereka namakan “dunia yang hilang”,dan “Taman Firdaus di bumi”, dengan menyaksikan puluhan jenis burung, kupu-kupu, katak dan tumbuhan yang belum pernah tercatat dalam sejarah. Jika dikelola dengan baik, orang Papua pun bisa lebih makmur dengan kekayan alam yang melimpah tersebut.

sumber : http://wahw33d.blogspot.com/2010/08/pulau-pulau-di-indonesia-yang-sudah.html#ixzz1I4U1M23u

Asal Usul Nama Pulau di Indonesia

Asal usul nama pulau pulau besar di Indonesia

Sumatera:
Nama asli Sumatera, sebagaimana tercatat dalam sumber-sumber sejarah dan cerita-cerita rakyat, adalah “Pulau Emas”. Istilah pulau ameh (bahasa Minangkabau, berarti pulau emas) kita jumpai dalam cerita Cindur Mata dari Minangkabau. Dalam cerita rakyat Lampung tercantum nama tanoh mas untuk menyebut pulau Sumatera. Seorang musafir dari Cina yang bernama I-tsing (634-713), yang bertahun-tahun menetap di Sriwijaya (Palembang sekarang) pada abad ke-7, menyebut Sumatera dengan nama chin-chou yang berarti “negeri emas”.

Dalam berbagai prasasti, Sumatera disebut dengan nama Sansekerta: Suwarnadwipa (“pulau emas”) atau Suwarnabhumi (“tanah emas”). Nama-nama ini sudah dipakai dalam naskah-naskah India sebelum Masehi. Naskah Buddha yang termasuk paling tua, Kitab Jataka, menceritakan pelaut-pelaut India menyeberangi Teluk Benggala ke Suwarnabhumi. Dalam cerita Ramayana dikisahkan pencarian Dewi Sinta, istri Rama yang diculik Ravana, sampai ke Suwarnadwipa.

Para musafir Arab menyebut Sumatera dengan nama Serendib (tepatnya: Suwarandib), transliterasi dari nama Suwarnadwipa. Abu Raihan Al-Biruni, ahli geografi Persia yang mengunjungi Sriwijaya tahun 1030, mengatakan bahwa negeri Sriwijaya terletak di pulau Suwarandib. Namun ada juga orang yang mengidentifikasi Serendib dengan Srilangka, yang tidak pernah disebut Suwarnadwipa.
Lalu dari manakah gerangan nama “Sumatera” yang kini umum digunakan baik secara nasional maupun oleh dunia internasional? Ternyata nama Sumatera berasal dari nama Samudera, kerajaan di Aceh pada abad ke-13 dan ke-14. Para musafir Eropa sejak abad ke-15 menggunakan nama kerajaan itu untuk menyebut seluruh pulau.

Peralihan Samudera (nama kerajaan) menjadi Sumatera (nama pulau) menarik untuk ditelusuri. Odorico da Pardenone dalam kisah pelayarannya tahun 1318 menyebutkan bahwa dia berlayar ke timur dari Koromandel, India, selama 20 hari, lalu sampai di kerajaan Sumoltra. Ibnu Bathutah bercerita dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) bahwa pada tahun 1345 dia singgah di kerajaan Samatrah. Pada abad berikutnya, nama negeri atau kerajaan di Aceh itu diambil alih oleh musafir-musafir lain untuk menyebutkan seluruh pulau.

Pada tahun 1490 Ibnu Majid membuat peta daerah sekitar Samudera Hindia dan di sana tertulis pulau Samatrah. Peta Ibnu Majid ini disalin oleh Roteiro tahun 1498 dan muncullah nama Camatarra. Peta buatan Amerigo Vespucci tahun 1501 mencantumkan nama Samatara, sedangkan peta Masser tahun 1506 memunculkan nama Samatra. Ruy d’Araujo tahun 1510 menyebut pulau itu Camatra, dan Alfonso Albuquerque tahun 1512 menuliskannya Camatora. Antonio Pigafetta tahun 1521 memakai nama yang agak ‘benar’: Somatra. Tetapi sangat banyak catatan musafir lain yang lebih ‘kacau’ menuliskannya: Samoterra, Samotra, Sumotra, bahkan Zamatra dan Zamatora.
Catatan-catatan orang Belanda dan Inggris, sejak Jan Huygen van Linschoten dan Sir Francis Drake abad ke-16, selalu konsisten dalam penulisan Sumatra. Bentuk inilah yang menjadi baku, dan kemudian disesuaikan dengan lidah kita: Sumatera

Jawa:
Asal-usul nama ‘Jawa’ tidak jelas. Salah satu kemungkinan adalah bahwa para musafir dari India menamakan pulau ini berdasarkan tanaman jรกwa-wut, yang sering dijumpai . Ada kemungkinan lain sumber: kata Jau dan variasinya berarti “di luar” atau “jauh”. Dan, dalam bahasa Sansekerta yava berarti barley atau Jelai atau Jawawut, tanaman yang terkenal pulau itu. Sumber lain menyatakan bahwa kata “Jawa” berasal dari Proto-Austronesia yang berarti ‘rumah’.

Kalimantan:
• Pertama.
Borneo dari kata Kesultanan Brunei Darussalam yang sebelumnya merupakan kerajaan besar dan luas (mencakup Serawak dan sebagian Sabah karena sebagian Sabah ini milik kesultanan Sulu-Mindanao. Para pedagang Portugis menyebutnya Borneo dan digunakan oleh orang-orang Eropa. Di dalam Kakimpoi Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365 Kerajaan Brunei kuno disebut “Barune”, sehingga ada pula yang menyebutnya “Waruna Pura”. Namun penduduk asli menyebutnya sebagai pulo Klemantan.

• Kedua.
Menurut Crowfurd dalam Descriptive Dictionary of the Indian Island (1856), kata Kalimantan adalah nama sejenis mangga sehingga pulau Kalimantan adalah pulau mangga namun dia menambahkan bahwa kata itu berbau dongeng dan tidak populer.

• Ketiga.
Menurut Dr. B. Ch. Chhabra dalam jurnal M.B.R.A.S vol XV part 3 hlm 79 menyebutkan kebiasaan bangsa India kuno menyebutkan nama tempat sesuai hasil bumi seperti jewawut dalam bahasa sanksekerta yawa sehingga pulau itu disebut yawadwipa yang dikenal sebagai pulau Jawa sehingga berdasarkan analogi itu pulau itu yang dengan nama Sansekerta Amra-dwipa atau pulau mangga.

• Keempat.
Menurut dari C.Hose dan Mac Dougall menyebutkan bahwa kata Kalimantan berasal dari 6 golongan suku-suku setempat yakni Dayak Laut (Iban), Kayan, Kenya, Klemantan, Munut, dan Punan. Dalam karangannya, Natural Man, a Record from Borneo (1926), C Hose menjelaskan bahwa Klemantan adalah nama baru yang digunakan oleh bangsa Melayu.

• Kelima.
Menurut W.H Treacher dalam British Borneo dalam jurnal M.B.R.A.S (1889), mangga liar tidak dikenal di Kalimantan utara. Lagi pula Borneo tidak pernah dikenal sebagai pulau yang menghasilkan mangga malah mungkin sekali dari sebutan Sago Island (pulau Sagu) karena kata Lamantah adalah nama asli sagu mentah.

• Keenam.
Menurut Prof. Dr. Slamet Muljana dalam bukunya Sriwijaya (LKIS 2006), kata Kalimantan bukan kata melayu asli tapi kata pinjaman sebagai halnya kata malaya, melayu yang berasal dari India (malaya yang berarti gunung). Kalimantan atau Klemantan berasal dari Sanksekerta, Kalamanthana yaitu pulau yang udaranya sangat panas atau membakar (kal[a]: musim, waktu dan manthan[a]: membakar). Karena vokal a pada kala dan manthana menurut kebiasaan tidak diucapkan, maka Kalamanthana diucap Kalmantan yang kemudian disebut penduduk asli Klemantan atau Quallamontan yang akhirnya diturunkan menjadi Kalimantan.

Sulawesi:
Orang Portugis adalah yang pertama merujuk ke Sulawesi sebagai ‘Celebes’. Arti nama ini tidak jelas. Satu teori mengklaim kalau itu berarti “sulit untuk dicapai” karena pulau tersebut dikelilingi arus laut dan air dan sungai yang deras. Nama modern ‘Sulawesi’ mungkin berasal dari kata-kata sula ( ‘pulau’) dan besi ( ‘besi’) dan dapat merujuk kepada sejarah ekspor besi dari Danau Matano yang kaya akan deposit bijih besi.

Irian Jaya atau Papua:
Pada masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, wilayah ini dikenal sebagai Nugini Belanda (Nederlands Nieuw-Guinea atau Dutch New Guinea).
Setelah berada di bawah penguasaan Indonesia, wilayah ini dikenal sebagai Provinsi Irian Barat sejak tahun 1969 hingga 1973. Namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport, nama yang tetap digunakan secara resmi hingga tahun 2002. Irian sendiri merupakan kependekan dari Ikut Republik Indonesia, Anti Nederland (join/follow the Republic of Indonesia, rejecting the Netherlands)
Nama provinsi ini diganti menjadi Papua sesuai UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.

Pada 2003, disertai oleh berbagai protes (penggabungan Papua Tengah dan Papua Timur), Papua dibagi menjadi dua provinsi oleh pemerintah Indonesia; bagian timur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya menjadi Provinsi Irian Jaya Barat (setahun kemudian menjadi Papua Barat). Bagian timur inilah yang menjadi wilayah Provinsi Papua pada saat ini.
Kata Papua sendiri berasal dari bahasa melayu yang berarti rambut keriting, sebuah gambaran yang mengacu pada penampilan fisik suku-suku asli.

Pengertian,unsur,kedudukan dan hakekat wawasan nusantara Filed Under: Umum


Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia terhadap rakyat, bangsa dan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi darat, laut, dan udara di atasnya sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, social, budaya, dan pertahanan keamanan.
Ruang lingkup dan cakupan wawasan nusantara dalam TAP MPR ’83 dalam mencatat tujuan pembangunan nasional:
  • Kesatuan politik
  • Kesatuan ekonomi
  • Kesatuan social budaya
  • Kesatuan pertahanan keamanan
Latar Belakang dan Terbentuknya Wawasan Nusantara

Perdana Mentri Djuanda pada tanggal 13 Desember tahun 1957 melalui suatu deklarasi memperkenalkan konsep Wawasan Nusantara, yang menetapkan bahwa bangsa Indonesia merupakan sebuah Negara
Selanjutnya melalui konsep yang dikenalkan dengan sebutan Deklarasi Djuanda, ide “Negara kepulauan” mendapatkan pengakuan internasional. Konvensi huku laut 1982 (United Nation Convention on Law of the Se) memasukkan konsep archipelagic state sebagai konsep hokum internasianal. Hal ini merupakan tonggak penting dalam sejarah perjuangan Indonesia dalam menjadikan konsepsi Wawasan Nusantara sebagai perwujudan dari Negara kepulauan Indonesia.

Perjuangan Perdana Mentri Djuanda ini, dilanjudkan oleh Mentri Luar Moctar Kusumaatmadja yang mampu mengartikulasikan konsepsi Wawasan Nusantara sebagai prinsip-prinsip dasar yang dapat mempersatrukan Negara RI melalui konsepsi Wawasan Nusantara ini, pamor Indonesia meningkatkarena konsepsi ini merupakn salah satu terobosan penting khususnya dalam hukum Internasional.
Sebagai mana diketahui, Indonesia memperjuangkan konsepsi Wawasan Nusantara sebagai argument untuk mempersatukan pulau-pulau yang tersebar dari ujung Sumatera sampai Irian Jaya (Papua).
Hanya dengan konsep penetapan batas laut wilayah sejauh 12 mil saja akan mebuat adanya bagian laut bebas dalam pulau-pulau Indonesia yang dapat diinterpretasikan sebagai laut bebas.

Dengan konsepsi Negara kepulauan maka kelemahan itu behasil ditutupi. Semua laut dalam diantara pulau-pulau atau di tengah kepulauan Indonesia sudah tidak dapat dihitung lagi sebagai laut internasional, tetapi sebagai laut pedalaman yang temasuk sebagai kawasan laut territorial dari suatu Negara kepulauan.
Konsepsi politik kewilayahan ini dimulai dengan UU No. 4/Prp/1960 yang dalam konferensi Hukum Laut III terus diperjuangkan dan berujung pada penerimaan UNCLOS 1982 pada 10 Desember 1982.
Pemerintah Indonesia sendiri tak pelu menunggu waktu yanh terlalu lama untuk meratifikasi Konvensi tersebut melalui UU No 17 tahun 1984. disamping itu mengenai garis batas Indonesia, baik laut wilayah, landas kontinen, maupun zona ekonomi eksklusif (ZEE) juga telah dapat diselesaikan pada era Menlu Moctar Kusumaatmadja.
Lebih kurang sejak tahun 1969 sampai tahun 1982 ada sekitar 18 persetujuan menyangkut batas dengan Negara lain yang berhasil ditandatangani.

Apabila kita bernostalgia, Wawasan Nusantara sebagai suatu tatanan nilai pemersatu bangsa, lahir sejalan dengan tumbuhnya bangsa Indonesia. Secara geografis posisi Indonesia yang diapit oleh dua benua dan dua samudra menjadi suatu mozaik yang utuh apabila diberi kerangka konsepsi Wawasan Nusantara.
Pada masa dasawarsa 1980-an, tidak ada yang dapat membantah kebesaran Indonesia apabila dipandang sebagai satu kasatuan dalam Wawasaan Nusantara. Indonesia bukan hanya pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, Irian ataupun Bali semata-mata. Indonesia dalah Negara kepulauan yang memiliki arti strategis secara geopolitis bai di kawasan regional maupun internasianal.

Meskipun demikian, dapat diperdebatkan bahwa kepemimpinan mantan Presiden Soeharto yang ototarian mempunyai pengaruh besar kepada penerimaan Wawasan Nusantara sebagai alat pemersatu bangsa. Bahkan ada pendapat yang mengatakan bahwa persatuan dan kesatuan bangsa dengan menerima konsepsi ini sebenarnya tidak mengakar kuat.
Alasannya adalah karena adanya dominasi salah satu suku terhadap suku-suku lain. Dalih persatuan dan kesatuan yang dianggap “Jawa sentris” ini akhirnya menumbuhkan api dalam sekam yang melemahkan jati diri bangsa Indonesia.

Ide “nation building” yang dicita-citakan melalui Pancasila akhirnya mengalami dekadensi nilai, seiring daengan perubahan gaopolitis dan perkembangan teknologi informasi. Sehingga banyak pihak yang mengambil kesimpulan bahwa di era globalisasi sekarang ini, nilai-nilai luhur bansa seperti Wawasan Nusantra tersebut tidak dapat membawa Indonesia keluar dari ketetpurukan.

Pada awal era reformasi tahun 1998, semua pihak berlomba-lomba berbalik menyerang nialai-nilai yang ada dianggap sacral pada masa orde baru. Padahal sebagian dari orang-orang tersebut adalah mereka yang paling menikmati hasil pembangunan pada orde baru dan bahkan pendukung kuat nilai-nilai tersebut. Akhirnya konsepsi Wawasan Nusantara pun tak luput menjadi salah satu kambing hitam kegagalan orde baru.
Keadan ini dilukiskan oleh filsuf Thoreau yaitu ketika ada sekelompok orang-orang di saat Revolusi Amerika, yang seraya mencela tindakan dan kebijaksanan pemerintah terdahulu, telah mengambil keuntungan dari keadaan tersebut untuk lepas dari dosa masa lalunya.

Unsur Dasar Wawasan Nusantara

1. Wadah (Contour)
Wadah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
meliputi seluruh wilayah Indonesia yang memiliki sifat serba nusantara dengan kekayaan alam dan penduduk serta aneka ragam budaya. Bangsa Indonesia memiliki organisasi kenegaraan yang merupakan wadah berbagai kegiatan kenegaraan dalam wujud supra struktur politik dan wadah dalam kehidupan bermasyarakat adalah berbagai kelembagaan dalam wujud infra struktur politik.
  1. 2. Isi (Content)
Adalah aspirasi bangsa yang berkembang di masyarakat dan cita-cita serta tujuan nasional yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Untuk mencapai aspirasi yang berkembang di masyarakat maupun cita-cita dan tujuan nasional seperti tersebut di atas bangsa Indonesia harus mampu menciptakan persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan dalam kehidupan nasional yang berupa politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam. Isi menyangkut dua hal, pertama realisasi aspirasi bangsa sebagai kesepakatan bersama dan perwujudannya, pencapaian cita-cita dan tujuan nasional persatuan, kedua persatuan dan kesatuan dalam kebinekaan yang meliputi semua aspek kehidupan nasional.
  1. 3. Tata laku (Conduct)
Hasil interaksi antara wadah dan isi wasantara yang terdiri dari :
-     Tata laku batiniah yaitu mencerminkan jiwa, semangat dan mentalitas yang balk dari bangsa Indonesia.
-     Tata laku Iahiriah yaitu tercermin dalam tindakan, perbuatan dan perilaku dari bangsa Indonesia.
Kedua tata laku tersebut mencerminkan identitas jati diri/kepribadian bangsa berdasarkan kekeluargaan dan kebersamaan yang memiliki rasa bangga dan cinta terhadap bangsa dan tanah air sehingga menimbulkan rasa nasionalisme yang tinggi dalam semua aspek kehidupan nasional.

F. Hakekat Wawasan Nusantara

Adalah keutuhan nusantara/nasional, dalam pengertian : cara pandang yang selalu utuh menyeluruh dalam Iingkup nusantara dan demi kepentingan nasional.
Berarti setiap warga bangsa dan aparatur negara harus berfikir, bersikap dan bertindak secara utuh menyeluruh dalam Iingkup dan demi kepentingan bangsa termasuk produk-produk yang dihasilkan oleh lembaga Negara.

Kedudukan Wawasan Nusantara

Wawasan Nusantara dalam paradigma nasional dapat dilihat dari hirarkhi paradigma nasional sbb:
-     Pancasila (dasar negara)                     —> Landasan Idiil
-     UUD 1945 (Konstitusi negara)                         —> Landasan Konstitusional
-     Wasantara (Visi bangsa)                          — Landasan Visional
-     Ketahanan Nasional (Konsepsi Bangsa) —> Landasan Konsepsional
-     GBHN (Kebijaksanaan Dasar Bangsa) —> Landasan Operasional.

Fungsi Wawasan Nusantara adalah pedoman, motivasi, dorongan serta rambu-rambu dalam menentukan segala kebijaksanaan, keputusan, tindakan dan perbuatan, balk bagi penyelenggara negara di tingkat pusat dan daerah maupun bagi seluruh rakyat dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara dan berbangsa.

Tujuan Wawasan Nusantara adalah mewujudkan nasionalisme yang tinggi di segala bidang dari rakyat Indonesia yang Iebih mengutamakan kepentingan nasional dari pada kepentingan orang perorangan, kelompok, golongan, suku bangsa/daerah.





                                                                                               Sumber : Blog Gaby Gabriela Bosch

Wawasan Nusantara

Wawasan Nusantara

Apa Wawasan Nusantara?
Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungan sekitarnya berdasarkan ide nasionalnya yang berlandaskan pancasila dan UUD 1945 (Undang-Undang Dasar 1945) yang merupakan aspirasi bangsa Indonesia yang merdeka, berdaulat, bermartabat serta menjiwai tata hidup dalam mencapai tujuan perjuangan nasional. Selain itu juga bisa berarti cara pandang Bangsa Indonesia terhadap rakyat, bangsa dan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi darat, laut dan udara di atasnya sebagai satu kesatuan Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya dan Pertahanan Keamanan.
Mengapa Wawasan Nusantara Harus Ada?
Wawasan Nusantara adalah konsep politik bangsa Indonesia yang memandang Indonesia sebagai satu kesatuan wilayah, meliputi tanah (darat), air (laut) termasuk dasar laut dan tanah di bawahnya dan udara di atasnya secara tidak terpisahkan, yang menyatukan bangsa dan negara secara utuh menyeluruh mencakup segenap bidang kehidupan nasional yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam. Wawasan Nusantara sebagai konsepsi politik dan kenegaraan yang merupakan manifestasi pemikiran politik bangsa Indonesia.
Bagaimana Tujuan Wawasan Nusantara Itu?
Wawasan nusantara dalam TAP MPR 1983 adalah konsepsi untuk mencapai tujuan pembangunan nasional :
- Kesatuan Politik
- Kesatuan Ekonomi
- Kesatuan Sosial Budaya
- Kesatuan Pertahanan Keamanan
Sebagai satu kesatuan negara kepulauan, secara konseptual, geopolitik Indonesia dituangkan dalam salah satu doktrin nasional yang disebut Wawasan Nusantara dan politik luar negeri bebas aktif. sedangkan geostrategi Indonesia diwujudkan melalui konsep Ketahanan Nasional yang bertumbuh pada perwujudan kesatuan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Dengan mengacu pada kondisi geografi bercirikan maritim, maka diperlukan strategi besar (grand strategy) maritim sejalan dengan doktrin pertahanan defensif aktif dan fakta bahwa bagian terluar wilayah yang harus dipertahankan adalah laut. Implementasi dari strategi maritim adalah mewujudkan kekuatan maritim (maritime power) yang dapat menjamin kedaulatan dan integritas wilayah dari berbagai ganguan asing.







Sumber lengkapnya:
Pendidikan Kewarganegaraan
S.Sumarsono, H.Hamdan Manysur, Tjiptadi, H.An.Sobana
PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta (2005)

Minggu, 06 Maret 2011

Pengertian Wawasan Nusantara

Pengertian / Arti Definisi Wawasan Nusantara Yang merupakan Cara Pandang Bangsa Indonesia - belajar Ilmu PPkn / PMP di Internet


Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungan sekitarnya berdasarkan ide nasionalnya yang berlandaskan pancasila dan UUD 1945 (Undang-Undang Dasar 1945) yang merupakan aspirasi bangsa Indonesia yang merdeka, berdaulat, bermartabat serta menjiawai tata hidup dalam mencapai tujuan perjuangan nasional.

Wawasan Nusantara telah diterima dan disahkan sebagai konsepsi politik kewarganegaraan yang termaktub / tercantum dalam dasar-dasar berikut ini :

- Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1973 tanggal 22 maret 1973
- TAP MPR Nomor IV/MPR/1978 tanggal 22 maret 1978 tentang GBHN
- TAP MPR nomor II/MPR/1983 tanggal 12 Maret 1983

Ruang lingkup dan cakupan wawasan nusantara dalam TAP MPR '83 dalam mencapat tujuan pembangunan nasionsal :

- Kesatuan Politik
- Kesatuan Ekonomi
- Kesatuan Sosial Budaya
- Kesatuan Pertahanan Keamanan




                                                                                                                                  Sumber : google

Selasa, 01 Maret 2011

Artikel Negara menurut Montesquieu

“Hukum yang baik adalah hukum yang melindungi berbagai kepentingan umum. Sedangkan tanda dari suatu masyarakat yang bebas ialah semua orang dimungkinkan untuk mengikuti kecenderungan mereka sendiri sepanjang mereka tidak melanggar hukum.” Montesquieu
Adalah Rene Descartes (1596-1650), seorang filsuf besar Perancis yang pertama-tama meletakkan dasar-dasar rasionalitas bagi ilmu pengetahuan modern. Je pense donc je suis (saya berpikir karena itu saya ada), tak pelak lagi telah menjadi ucapan Descartes termashur yang menandai gradasi akal budi manusia pada status yang paling tinggi. Di sini seolah-olah Descartes ingin mengantitesis metanarasi yang telah menjadi stereotip pada jamannya. Pada masa itu metanarasi dominan yang berasal dari petuah gereja dan tuah sang raja telah menjadi begitu agung untuk dikritisi kembali. Sehingga boleh dikata bahwa akal budi manusia pada masa itu tersubordinasi di bawah kebenaran koalisi pendeta dan sang raja yang harus dianggap bermisi absolut.

Descartes memang bukan seorang pemikir mengenai politik, hukum dan kenegaraan. Namun bagaimanapun rasionalitas yang diintrodusirnya melalui “Discourse de la Methode" telah mempengaruhi pemikir politik, hukum dan ketatanegaraan Perancis, yaitu: Charles de Secondat de la Brede et de Montesquieu (1689-1755). Rasionalitas begitu tampak dalam karya Montesquieu, Les Lettres Persanes (Surat-surat dari Persia). Di dalamnya ia tidak saja mengkritisi kondisi social dan politik di Perancis, tetapi ia pun secara tajam mengkritik praktek irrasional agama di negerinya. Disamping mengarang Les Grandeur et Decadence des Romains (Kemashuran dan Kehancuran Romawi), maka karya terakhirnya L’Esprit des Lois (Jiwa Undang-Undang) sering dikategorikan sebagai masterpiece dari Montesquieu.
Sebagaimana John Locke dari Inggris dan para sarjana sejaman, pemikiran Montesquieu pun masih dipengaruhi oleh ajaran hukum alam. Namun berbeda dari Locke yang memiliki konsep abstrak, karena teori-teorinya dibangun dari pemikiran kontemplatif belaka, Montesquieu justru lebih rasional dan empiris, karena teori-teorinya dalam L’Esprit des Lois banyak dibentuk dari realitas empiris yang terjadi sampai pada masa itu. Dalam karyanya itu Montesquieu mengeksplanasi kejadian-kejadian dalam sejarah sosial yang ada untuk kemudian menemukan di dalamnya jiwa Undang-Undang. Tidak berlebihan kalau ada yang mengatakan bahwa pada L’Esprit des Lois ini, ia lebih berpretensi sebagai seorang sejarawan ketimbang filsuf politik.
L’Esprit des Lois sebenarnya merupakan sebuah buku yang tebal. Disebutkan oleh R Haryono Imam dalam pengantar buku “Membatasi Kekuasaan; Telaah Mengenai Jiwa Undang-Undang", bahwa edisi lengkap L’Esprit des Lois terdiri dari tigapuluh satu buku, yang dalam edisi-edisi tertentu kemudian dibagi menjadi enam bagian. Bagian pertama, berkaitan dengan hukum pada umumnya dan bentuk-bentuk pemerintahan. Bagian kedua, mengenai pengaturan militer, pajak dan sebagainya. Bagian ketiga, berkaitan dengan adat kebiasaan dan ketergantungan adat kebiasaan pada kondisi iklim. Bagian keempat, membahas masalah ekonomi. Bagian kelima, dengan agama. Terakhir bagian keenam, semacam suplemen yang membahas hukum Romawi, Perancis dan gaya feodal
.
Yang terutama dapat diperhatikan dalam buku “Membatasi Kekuasaan" adalah beberapa hal menyangkut tema hukum. Tentang definisi hukum, walaupun tidak disebutkan secara eksplisit dan limitatif, bahkan terkesan ambigu, tetaplah dapat ditarik suatu obyektifikasi dengan mengumpulkan seluruh pengertian yang digunakan dalam buku ini. Secara umum hukum digunakan untuk menunjuk hak-hak dan kewajiban yang dilindungi atau diberlakukan oleh pengadilan serta pada aturan-aturan dasar yang harus diikuti oleh mereka yang menjalankan kekuasaan.

Dengan bekal kepercayaan bahwa cara untuk mempelajari hukum adalah mengamati berbagai sistem perundang-undangan yang ada dan diberlakukan di berbagai negara, Montesquieu menerangkan raison d’etre hukum. Baginya hak-hak positif warga negara tidak dimiliki secara apriori semata, yaitu pengakuan formal atas hak-hak kodrati manusia, tetapi yang penting adalah melakukan verifikasi actual atas situasi dimana manusia hidup.

Pendekatan empiris dipertahankan pula dalam menjelaskan tentang kebebasan. Tidak seperti fisuf dan pemikir lain sejamannya., Montesquieu tidak memulai perhatiannya dengan mengajukan konsep-konsep umum yang abstrak. Menurutnya, kebebasan berakar dalam tanah. Diartikan bahwa kebebasan lebih mudah dipertahankan dengan dua prasyarat pokok, yaitu keadaan geografis negara dan ketentraman yang timbul dari keamanan. Prasyarat terakhir menghendaki perundang-undangan menetapkan batas-batas kekuasaan negara serta adanya jaminan hak-hak individu di dalam hukum.

Berkaitan dengan tema kebebasan ini, Montesquieu memberikan batasan yang penting bagi terpeliharanya kebebasan itu sendiri, yaitu pembatasan dengan hukum. Hukum yang baik adalah hukum yang melindungi berbagai kepentingan umum. Sedangkan tanda dari suatu masyarakat yang bebas ialah semua orang dimungkinkan untuk mengikuti kecenderungan mereka sendiri sepanjang mereka tidak melanggar hukum.

Suatu sistem hukum muncul menurut Montesquieu sebagai hasil kombinasi dari hakikat dan prinsip-prinsip pemerintahan tertentu. Apa yang disebut hakikat pemerintahan adalah isi yang membentuk pemerintahan (struktur khusus atau khas dari pemerintahan). Sedangkan prinsip adalah cara bertindak atau hasrat manusia yang menggerakkan pemerintahan. Hakikat pemerintahan ada tiga jenis, yaitu republic, monarki dan despotis (sewenang-wenang). Republik dipecah menjadi dua. Apabila lembaga rakyat memiliki kekuasaan tertinggi disebut demokrasi. Apabila kekuasaan tertinggi berada di tangan sebagian rakyat disebut aristokrasi. Untuk Negara republik, prinsip pemerintahan yang mutlak diperlukan adalah keutamaan. Untuk monarki dikehendaki ilham dari prinsip kehormatan. Dan dalam pemerintahan despotis diperlukan prinsip rasa takut (prinsip bahwa rakyat harus takut terhadap penguasa).

Dari kombinasi tersebut dapat diterangkan kemudian tentang rusaknya suatu pemerintahan. Rusaknya setiap pemerintahan pada umumnya dimulai dengan rusaknya prinsip-prinsipnya . Prinsip demokrasi menjadi rusak bukan hanya ketika semangat persamaan padam; tetapi juga ketika rakyat jatuh ke dalam semangat persamaan yang ekstrim dan ketika setiap warga negara merasa senang setingkat dengan mereka yang telah dipilihnya untuk memerintah. Aristokrasi rusak apabila kekuasaan para bangsawan menjadi sewenang-wenang. Monarki bobrok ketika kekuasaan dirampas oleh seorang yang egois, narsistis dan menyalahgunakan wewenangnya, situasinya serta cintanya pada rakyat. Sistem pemerintahan despotis hancur oleh ketidaksempurnaan yang melekat di dalam dirinya, karena kodratnya sebagai suatu prinsip yang korup.

Oleh karena itu menurut Montesquieu perlu adanya pembatasan kekuasaan. Untuk membatasi kekuasaan hanya dapat dilakukan dengan kekuasaan juga, sehingga timbullah ide bahwa dalam sebuah Negara, kekuasaan harus dipisahkan. Paling tidak dalam tiga komponen, yakni Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.
Secara keseluruhan penerjemahan karya Montesquieu ini ke dalam bahasa Indonesia, dari edisi bahasa Inggrisnya “The Spirit of The Laws", cukup memberikan kemudahan bagi para peminat masalah politik, hukum dan ketatanegaraan untuk menangkap simbol-simbol ide dan pemikiran Montesquieu. Hanya saja istilah-istilah kunci yang terdapat dalam karya ini, antara lain misalnya definisi hukum, prinsip keutamaan, kehormatan, dan ketakutan tidak diusahakan batas-batasnya secara jelas dan terperinci. Orang-orang yang tidak terbiasa dengan gaya penulisan seperti ini mungkin akan merasa terganggu.

Terlepas dari segala kekurangannya, dan sejalan dengan tujuan Yayasan Karti Sarana menerbitkan terjemahan ini, buku ini dapat memprakarsai tipe-tipe baru penelitian ilmiah untuk memahami akar-akar budaya dari fenomen-fenomen dalam masyarakat Indonesia yang tidak dapat dijelaskan dengan metode penelitian konvensional. Di samping itu buku ini harus diakui dapat merangsang dialog budaya antara pelbagai kelompok yang berbeda dalam penghayatan religius pada masyarakat Indonesia, sehingga tercipta komitmen bersama atas seperangkat nilai kemanusiaan. Singkatnya, penerbitan buku “Membatasi Kekuasaan" merupakan upaya yang patut disambut baik. Apalagi seperti diketahui, buku aslinya pun (L’Esprit des Lois) adalah sebuah karya besar yang teori-teori didalamnya telah banyak memberi inspirasi kepada para ilmuwan maupun praktisi politik di seluruh dunia.

Artikel Negara Menurut John Locke

Konsep Negara menurut John Locke, seorang pemikir asal Inggris pada abad 17


Menurut Locke, setiap negara itu pada awalnya terbentuk sebagai hasil perjanjian asali yang diadakan oleh beberapa orang yang setara. Perjanjian asali ini menetapkan bahwa orang-orang yang mengadakan perjanjian tersebut sepakat untuk mengangkat beberapa orang menjadi atasan mereka dan dengan hak untuk membuat hukum positif dan memerintah berdasar hukum tersebut. Tujuan dari kesepakatan dan pendelegasian kekuasaan ini adalah untuk pemeliharaan milik mereka, yakni menciptakan situasi sosial yang aman dan damai memungkinkan para warga menikmati milik pribadi (kehidupan, kebebasan, dan harta pribadi) mereka secara tenang. 

Mengapa mereka membuat perjanjian asali tersebut dapat dicari jawabannya pada apa yang terjadi sebelum perjanjian asali dibuat. Pada saat itu, mereka hidup dalam situasi social yang anarkis (tanpa pemerintahan) atau dengan kata lain berada dalam state of nature. Keadaan ini sebetulnya cukup baik tetapi terjadi juga ketidaknyamanan. Ketidaknyamanan itu berupa tidak adanya hukum yang baku, sistematis dan diakui yang melalui persetujuan bersama dianggap dan diakui oleh semua orang sebagai norma untuk yang adil dan tak adil dan sebagai tolok ukur umum untuk memutuskan pertengkaran mereka. Manusia tetap dipengaruhi oleh kepentingan mereka sendiri  . Selain itu, dalam keadaan alamiah, tidak ada hakim yang diakui dan tak memihak untuk memutuskan segala pertengkaran dengan otoritas menurut hukum yang baku. Dalam keadaan itu, setiap orang adalah hakim sekaligus pelaksana hukum alam, namun mereka memihak diri mereka sendiri . Dalam keadaan alamiah, juga sering tidak ada kekuasaan untuk memberikan pegangan bagi putusan yang adil, untuk mendukung putusan itu dan memastikan pelaksanaan putusan itu . Karenanya, manusia perlu menyerahkan kebebasan alamiahnya dan mengikatkan diri pada belenggu-belenggu masyarakat sipil. Hal ini terletak pada konsensus dengan orang-orang lain untuk berkumpul dan bersatu menjadi sebuah masyarakat dengan tujuan untuk hidup bersama yang nyaman, aman dan damai, dengan menikmati hak milik mereka dengan aman dan dengan keamanan yang lebih besar terhadap semua orang yang tidak termasuk di dalam komunitas itu. 

 Dengan demikian, pemerintah/negara mendapat otoritas untuk melakukan apa saja yang perlu demi terlidunginya milik pribadi para warga.  Ada dua hak istimewa yang dimiliki pemerintah yakni: hak untuk membuat hukum positif dan hak untuk menerapkan hukum positif dan menghukum  pelanggaran atasnya.  Ini dimaksudkan supaya tercipta kebaikan umum (public good), yakni situasi sosial yang damai dan aman, yang memungkinkan para warganya menikmati kehidupan, kebebasan, dan hara pribadinya dengan nyaman

ARTIKEL TENTANG DEMOKRASI (monopartai)

ARTIKEL TENTANG DEMOKRASI

Demokrasi Pancasila

. I. Pengertian Demokrasi Pancasila
Istilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara. (Sejarah dan Perkembangan Demokrasi, http://www.wikipedia.org)
Menurut Wikipedia Indonesia, demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusionil cukup jelas tersirat di dalam Undang Undang Dasar 1945. Selain dari itu Undang-Undang Dasar kita menyebut secara eksplisit 2 prinsip yang menjiwai naskah itu dan yang dicantumkan dalam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara, yaitu:
1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat).
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machstaat).
2. Sistem Konstitusionil
Pemerintahan berdasarkan atas Sistem Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarkan 2 istilah Rechstaat dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang menjadi dasar dari Undang-Undang Dasar 1945, ialah demokrasi konstitusionil. Di samping itu corak khas demokrasi Indonesia, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilana, dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar.
Dengan demikian demokrasi Indonesia mengandung arti di samping nilai umum, dituntut nilai-nilai khusus seperti nilai-nilai yang memberikan pedoman tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia, tanah air dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah dan masyarakat, usaha dan krida manusia dalam mengolah lingkungan hidup. Pengertian lain dari demokrasi Indonesia adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (demokrasi pancasila). Pengertian tersebut pada dasarnya merujuk kepada ucapan Abraham Lincoln, mantan presiden Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa demokrasi suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, berarti pula demokrasi adalah suatu bentuk kekuasaan dari รข€“ oleh untuk rakyat. Menurut konsep demokrasi, kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan, sedangkan rakyat beserta warga masyarakat didefinisikan sebagai warga negara. Kenyataannya, baik dari segi konsep maupun praktik, demos menyiratkan makna diskriminatif. Demos bukan untuk rakyat keseluruhan, tetapi populus tertentu, yaitu mereka yang berdasarkan tradisi atau kesepakatan formal memiliki hak preogratif forarytif dalam proses pengambilan/pembuatan keputusan menyangkut urusan publik atau menjadi wakil terpilih, wakil terpilih juga tidak mampu mewakili aspirasi yang memilihnya. (Idris Israil, 2005:51)
Secara ringkas, demokrasi Pancasila memiliki beberapa pengertian sebagai berikut:
  1. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan.
  2. Dalam demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat.
  3. Dalam demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus diselaraskan dengan tanggung jawab sosial.
  4. Dalam demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukan dengan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan, sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas.
II. Prinsip Pokok Demokrasi Pancasila
Prinsip merupakan kebenaran yang pokok/dasar orang berfikir, bertindak dan lain sebagainya. Dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi secara umum, terdapat 2 landasan pokok yang menjadi dasar yang merupakan syarat mutlak untuk harus diketahui oleh setiap orang yang menjadi pemimpin negara/rakyat/masyarakat/organisasi/partai/keluarga, yaitu:
1. Suatu negara itu adalah milik seluruh rakyatnya, jadi bukan milik perorangan atau milik suatu keluarga/kelompok/golongan/partai, dan bukan pula milik penguasa negara.
2. Siapapun yang menjadi pemegang kekuasaan negara, prinsipnya adalah selaku pengurusa rakyat, yaitu harus bisa bersikap dan bertindak adil terhadap seluruh rakyatnya, dan sekaligus selaku pelayana rakyat, yaitu tidak boleh/bisa bertindak zalim terhadap tuannyaa, yakni rakyat.
Adapun prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
1. Pemerintahan berdasarkan hukum: dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan:
a. Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat),
b. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan tidak terbatas),
c. Kekuasaan yang tertinggi berada di tangan MPR.
2. Perlindungan terhadap hak asasi manusia,
3. Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah,
4. Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK, DPR, DPA atau lainnya,
5. adanya partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi Untuk menyalurkan aspirasi rakyat,
6. Pelaksanaan Pemilihan Umum;
7. Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR (pasal 1 ayat 2 UUD 1945),
8. Keseimbangan antara hak dan kewajiban,
9. Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain,
10. Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita Nasional.


III. Ciri-ciri Demokrasi Pancasila
Dalam bukunya, Pendidikan Pembelajaran dan Penyebaran Kewarganegaraan, Idris Israil (2005:52-53) menyebutkan ciri-ciri demokrasi Indonesia sebagai berikut:
1. Kedaulatan ada di tangan rakyat.
2. Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong.
3. Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
4. Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi.
5. Diakui adanya keselarasan antara hak dan kewajiban.
6. Menghargai hak asasi manusia.
7. Ketidaksetujuan terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan melalui wakil-wakil rakyat. Tidak menghendaki adanya demonstrasi dan pemogokan karena merugikan semua pihak.
8. Tidak menganut sistem monopartai.
9. Pemilu dilaksanakan secara luber.
10. Mengandung sistem mengambang.
11. Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas.
12. Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum.


IV. Sistem Pemerintahan Demokrasi Pancasila
Landasan formil dari periode Republik Indonesia III ialah Pancasila, UUD 45 serta Ketetapan-ketetapan MPRS. Sedangkan sistem pemerintahan demokrasi Pancasila menurut prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Batang Tubuh UUD 1945 berdasarkan tujuh sendi pokok, yaitu sebagai berikut:
1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan hukum
Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machsstaat). Hal ini mengandung arti bahwa baik pemerintah maupun lembaga-lembaga negara lainnya dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan tindakannya bagi rakyat harus ada landasan hukumnya. Persamaan kedudukan dalam hukum bagi semua warga negara harus tercermin di dalamnya.
2. Indonesia menganut sistem konstitusional
Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang mutlak tidak terbatas). Sistem konstitusional ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi, di samping oleh ketentuan-ketentuan hukum lainnya yang merupakan pokok konstitusional, seperti TAP MPR dan Undang-undang.
3. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi
Seperti telah disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada halaman terdahulu, bahwa (kekuasaan negara tertinggi) ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Dengan demikian, MPR adalah lembaga negara tertinggi sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi MPR mempunyai tugas pokok, yaitu:
a. Menetapkan UUD;
b. Menetapkan GBHN; dan
c. Memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden
Wewenang MPR, yaitu:
a. Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara lain, seperti penetapan GBHN yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden;
b. Meminta pertanggungjawaban presiden/mandataris mengenai pelaksanaan GBHN;
c. Melaksanakan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden dan Wakil Presiden;
d. Mencabut mandat dan memberhentikan presiden dalam masa jabatannya apabila presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar haluan negara dan UUD;
e. Mengubah undang-undang.
4. Presiden adalah penyelenggaraan pemerintah yang tertinggi di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Di bawah MPR, presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi. Presiden selain diangkat oleh majelis juga harus tunduk dan bertanggung jawab kepada majelis. Presiden adalah Mandataris MPR yang wajib menjalankan putusan-putusan MPR.
5. Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi DPR mengawasi pelaksanaan mandat (kekuasaan pemerintah) yang dipegang oleh presiden dan DPR harus saling bekerja sama dalam pembentukan undang-undang termasuk APBN. Untuk mengesahkan undang-undang, presiden harus mendapat persetujuan dari DPR. Hak DPR di bidang legislative ialah hak inisiatif, hak amandemen, dan hak budget.
Hak DPR di bidang pengawasan meliputi:
a. Hak tanya/bertanya kepada pemerintah;
b. Hak interpelasi, yaitu meminta penjelasan atau keterangan kepada pemerintah;
c. Hak Mosi (percaya/tidak percaya) kepada pemerintah;
d. Hak Angket, yaitu hak untuk menyelidiki sesuatu hal;
e. Hak Petisi, yaitu hak mengajukan usul/saran kepada pemerintah.
6. Menteri Negara adalah pembantu presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR
Presiden memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan menteri negara. Menteri ini tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi kepada presiden. Berdasarkan hal tersebut, berarti sistem kabinet kita adalah kabinet kepresidenan/presidensil.
Kedudukan Menteri Negara bertanggung jawab kepada presiden, tetapi mereka bukan pegawai tinggi biasa, menteri ini menjalankan kekuasaan pemerintah dalam prakteknya berada di bawah koordinasi presiden.
7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas
Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi ia bukan diktator, artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR. Kedudukan DPR kuat karena tidak dapat dibubarkan oleh presiden dan semua anggota DPR merangkap menjadi anggota MPR. DPR sejajar dengan presiden.


V. Fungsi Demokrasi Pancasila
Adapun fungsi demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
1. Menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara
Contohnya:
a. Ikut menyukseskan Pemilu;
b. Ikut menyukseskan Pembangunan;
c. Ikut duduk dalam badan perwakilan/permusyawaratan.
2. Menjamin tetap tegaknya negara RI,
3. Menjamin tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem konstitusional,
4. Menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila,
5. Menjamin adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara lembaga negara,
6. Menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab,
Contohnya:
a. Presiden adalah Mandataris MPR,
b. Presiden bertanggung jawab kepada MPR.


VI. Beberapa Perumusan Mengenai Demokrasi Pancasila
Dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Politik, Prof. Miriam Budiardjo mengemukakan beberapa perumusan mengenai Demokrasi Pancasila yang diusahakan dalam beberapa seminar, yakni:
1. Seminar Angkatan Darat II, Agustus 1966
a. Bidang Politik dan Konstitusional
1) Demokrasi Pancasila seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar1945,yang berarti menegakkan kembali azas negara-negara hukum dimana kepastian hukum dirasakan oleh segenap warga negara, dimana hak-hak azasi manusia baik dalam aspek kolektif, maupun dalam aspek perseorangan dijamin, dan dimana penyalahgunaan kekuasaan, dapat dihindarkan secara institusionil. Dalam rangka ini harus diupayakan supaya lembaga-lembaga negara dan tata kerja orde baru dilepaskan dari ikatan pribadi dan lebih diperlembagakan (depersonalization, institusionalization )
2) Sosialisme Indonesia yang berarti masyarakat adil dan makmur.
3) Clan revolusioner untuk menyelesaikan revolusi , yang cukup kuat untuk mendorong Indonesia ke arah kemajuan sosial dan ekonomi sesuai dengan tuntutan-tuntutan abad ke-20.
b. Bidang Ekonomi
Demokrasi ekonomi sesuai dengan azas-azas yang menjiwai ketentuan-ketentuan mengenai ekonomi dalam Undang-undang Dasar 1945 yang pada hakekatnya, berarti kehidupan yang layak bagi semua warga negara, yang antara lain mencakup :
1) Pengawasan oleh rakyat terhadap penggunaan kekayaan dan keuangan negara dan
2) Koperasi
3) Pengakuan atas hak milik perorangan dan kepastian hukum dalam penggunaannya
4) Peranan pemerintah yang bersifat pembina, penunjuk jalan serta pelindung.
2. Musyawarah Nasional III Persahi : The Rule of Law, Desember 1966
Azas negara hukum Pancasila mengandung prinsip:
a. Pengakuan dan perlindungan hak azasi yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, kultural dan pendidikan.
b. Peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak terpengaruh oleh sesuatu kekuasaan/kekuatan lain apapun.
c. Jaminan kepastian hukum dalam semua persoalan. Yang dimaksudkan kepastian hukum yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat dipahami, dapat dilaksanakan dan aman dalam melaksanakannya.
3. Symposium Hak-hak Azasi Manusia, Juni 1967
Demokrasi Pancasila, dalam arti demokrasi yang bentuk-bentuk penerapannya sesuai dengan kenyataan-kenyataan dan cita-cita yang terdapat dalam masyarakat kita, setelah sebagai akibat rezim Nasakom sangat menderita dan menjadi kabur, lebih memerlukan pembinaan daripada pembatasan sehingga menjadi suatu political culturea yang penuh vitalitas.
Berhubung dengan keharusan kita di tahun-tahun mendatang untuk mengembangkan a rapidly expanding economy, maka diperlukan juga secara mutlak pembebasan dinamika yang terdapat dalam masyarakat dari kekuatan-kekuatan yang mendukung Pancasila. Oleh karena itu diperlukan kebebasan berpolitik sebesar mungkin. Persoalan hak-hak azasi manusia dalam kehidupan kepartaian untuk tahun-tahun mendatang harus ditinjau dalam rangka keharusan kita untuk mencapai keseimbangan yang wajar di antara 3 hal, yaitu:
a. Adanya pemerintah yang mempunyai cukup kekuasaan dan kewibawaan.
b. Adanya kebebasan yang sebesar-besarnya.
c. Perlunya untuk membina suatu rapidly expanding economy.

Artikel Bangsa Monopartai

 DEMOKRASI pANCASILA DI ERA REFORMASI




Reformasi adalah salah satu reaksi terhadap pemerintahan orde baru yang dianggap telah menyimpang dari tujuan dan cita-cita demokrasi pancasila. Era reformasi berlangsung dari 1998 sampai dengan saat ini atau sering disebut orde transisi demokrasi pancasila.
Sebagai warga negara kita pasti berharap bangsa Indonesia bisa belajar dari pengalaman sejarah agar pelaksanaan demokrasi pancasila di era reformasi ini lebih baik dari era sebelumnya.
Ada beberapa hal yang akan menjamin sukses atau tidaknya demokrasi pancasila di era reformasi ini. Antara lain adalah sebagai berikut.

  • Komposisi elite politik yang ada di mana tidak ada sistem monopartai dan tidak adanya diktator komunitas. Semuanya memiliki porsi yang sama untuk mewakili rakyat semata.
  • Desain institusi politik di mana institusi politik disusun sedemikian rupa sehingga wakil-wakil rakyat yang dipilih benar-benar mewakili rakyat Indonesia bukan mewakili partai, sehingga lebih mengutamakan kepentingan rakyat dalam setiap kebijakan yang dibuatnya. Institusi yang ada juga selalu mendukung perwujudan masyarakat Indonesia yang sejahtera.
  • Budaya politik yang selalu mendahulukan kepentingan masyarakat bukan partai. Dengan begitu, maka demokrasi pancasila benar-benar mampu mewujudkan masyarakat yang sejahtera dalah segala bidang.
  • Peranan masyarakat yang aktif dalam memberikan aspirasi dalam pemilihan wakil-wakil rakyat serta melaksanakan hak dan kewajibannya secara selaras.
Adapun ciri-ciri khusus yang membedakan demokrasi pancasila di era orde baru dan era reformasi ini adalah kandungan yang terdapat dalam demokrasi pancasila di era reformasi itu sendiri, yaitu:
  • Aspek formal, yakni menunjukkan segi proses dan cara rakyat berpartisipasi dalam penyelenggaraan negara, yang kesemuanya sudah diatur oleh undang-undang maupun peraturan-peraturan pelaksanaan yang lainnya.
  • Aspek kaidah atau normatif, yang berarti bahwa Demokrasi Pancasila di era reformasi mengandung seperangkat kaidah yang menjadi pembimbing dan aturan dalam bertingkah laku yang mengikat negara dan warga negara dalam bertindak dan melaksanakan hak dan kewajiban serta wewenangnya.
  • Aspek materil, yaitu adanya gambaran manusia yang menegaskan pengakuan atas harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan dan memanusiakan warga negara dalam masyarakat negara kesatuan republik Indonesia dan masyarakat bangsa-bangsa di dunia.
  • Aspek organisasi yang menggambarkan adanya perwujudan demokrasi pancasila dalam bentuk organisasi pemerintahan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
  • Aspek semangat atau kejiwaan di mana demokrasi pancasila memerlukan warga negara Indonesia yang berkepribadian peka terhadap apa yang menjadi hak dan kewajibannya, berbudi pekerti luhur, dan tekun serta memiliki jiwa pengabdian.
  • Aspek tujuan, yaitu menunjukkan adanya keinginan atau tujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera dalam negara hukum, negara kesejahteraan, negara bangsa, dan negara yang memiliki kebudayaan.

Artikel Tentang Bangsa (bipartai)

Pesta Demokrasi di Indonesia


Sejak era reformasi, pemilu benar-benar menjadi pesta demokrasi bagi rakyat Indonesia. Rakyat bisa memilih partai politik (parpol) mana saja sesuai keinginannya, terlepas dari jenis pekerjaan yang ia geluti. Tidak ada lagi peleburan parpol-parpol secara paksa. Tidak ada lagi anjuran berbau paksaan untuk mencoblos parpol tertentu. Tidak ada lagi hambatan berarti dalam pembentukan parpol baru.

Hal terakhir inilah yang hendak saya bahas. Saya menemukan sebuah link di RepublikBabi yang memuat daftar 87 parpol baru yang INGIN bertarung di ajang pemilu 2009 nanti. Mengerikan. Komisi Pemilihan Umum menyebutkan bahwa ada 53 parpol baru yang lolos verifikasi faktual. Jika jumlah ini ditambahkan dengan 16 parpol yang memiliki kursi di parlemen, berarti ada 69 parpol yang AKAN bertarung tahun depan. Wow!!


Sebenarnya apa itu parpol? Saya mendefinisikannya sebagai sebuah organisasi politik yang menominasikan kandidat untuk duduk di parlemen dan merepresentasikan sejumlah prinsip dan ideologi khusus yang diusung oleh mayoritas anggotanya. Perhatikan bagian yang saya tebalkan. Wah, berarti banyak sekali ya prinsip dan ideologi yang ada di Indonesia ini sampai-sampai banyak sekali parpol-parpol baru bermunculan.
Jika anda berpikir demikian, anda salah. Saya memang belum berhasil menemukan data lengkap mengenai prinsip dan ideologi yang diusung parpol-parpol baru tersebut. Namun, jika melihat parpol peserta pemilu 1999 dan 2004, saya hanya menemukan beberapa prinsip dan ideologi saja, seperti Pancasila, Islam, dan Marhaenisme.

Saya berpendapat bahwa pembentukan parpol haruslah merupakan respon dari celah politik yang ada dalam masyarakat. Nah, dengan memanfaatkan celah politik tersebut, parpol dapat menggunakan perbedaan prinsip dan ideologi antar parpol untuk memecahkan masalah tersebut. Beberapa contoh celah politik yang dapat saya pikirkan adalah:
  • Agama. Di beberapa negara Eropa ada Christian Party. Hal ini juga kita temukan di Indonesia, dimana ada partai Islam dan Kristen. Celah ini bukan hanya ada di antara dua agama, melainkan antara kalangan religius vs. non-religius. Misal, Alliance of Young Democrats (FIDESZ) vs. Hungarian Socialist Party (MSZP).
  • Etnis/Bahasa. Celah ini mungkin tidak ditemukan di Indonesia, walaupun pada skala regional ditemukan partai GAM. Partai yang dibentuk merespon pada ketegangan antara etnis mayoritas vs. minoritas di suatu negara, misalnya Basque Party di Spanyol, Bavarian Party di Jerman, Hungarian Minorities Party di Romania dan Slovakia, dan Swedish Minorities Party di Finlandia. Beberapa parpol anti-imigran saya rasa bisa dimasukkan ke sini, seperti Swiss People Party, Front National di Perancis, dan Lijst Pim Fortuyn di Belanda.
  • Kelas sosial. Mungkinkan partai buruh masuk ke kategori ini? Entahlah. Di Indonesia sendiri ada partai buruh pada pemilu 2004. Biasanya partai di kategori ini berafiliasi dengan serikat pekerja.
  • Single Issue. Dari Eropa, Amerika, Afrika, sampai beberapa negara di Asia kita bisa menemukan Green Party yang jelas mengusung kampanye cinta lingkungan. Di Hongaria sempat ada partai historis Independent Small Holders yang berusaha melindungi kegiatan pertanian. Di Polandia ada National Party of Retirees and Pensioners yang melindungi para pensiunan. Yang lebih konyol lagi, di Polandia ada Polish Beer Lovers’ Party yang berusaha mempromosikan minum bir dan menghindari vodka demi mencegah alcoholism.  Di Indonesia tidak ditemukan parpol yang mengusung single issue.
Lantas, kalau ideologi dan prinsipnya sama saja, kenapa harus bikin banyak parpol? Bukankah lebih gampang menyatukan parpol-parpol yang serupa sehingga kesempatan meraih kursi dan merepresentasikan ideologi dan prinsipnya di parlemen?

Salah satu tahap perkembangan parpol di Eropa adalah mass party. Sifat dari mass party adalah jumlah keanggotaan yang besar dan mewakili kelompok sosial yang sejenis. Cocok bukan? Dana yang bisa diperoleh gabungan parpol akan lebih banyak lagi, dan lebih besar kemungkinan untuk duduk di parlemen.
Atau, parpol dibentuk semata-mata demi memperkaya kantong sendiri? Kita tahu bahwa jumlah sumbangan dari badan usaha dan perseorangan yang boleh diberikan ke satu parpol meningkat 20 kali lipat dari pemilu sebelumnya. Selain itu, rencana pemberian subsidi dari APBN setiap tahunnya Rp.1.000 bagi satu suara yang diperoleh satu parpol juga sangat menggiurkan. Bayangkan, apabila satu parpol memperoleh 10 juta suara, sepanjang parpol itu memperoleh kursi di parlemen, 10 milyar rupiah bisa diraup. Gaji per bulan dan segala fasilitas yang diberikan bagi para anggota parlemen pun sangat menggiurkan dan menjadi semacam insentif negatif bagi pembentukan parpol baru. Konklusinya, pembentukan parpol di Indonesia sama sekali tidak mencerminkan celah politik domestik. Apa pendapat anda?

Efek negatif dari kondisi yang dalam tipologi Sartori ini dinamakan extreme pluralism ini jelas ketidakstabilan dalam jalannya pemerintahan. Contoh nyata, Italia yang sudah lebih dari 40 kali membentuk kabinet baru sejak Perang Dunia 2.